Tak
bisa dipungkiri lagi dalam masa kini batasan-batasan antar negara makin kabur
atau bisa dikatakan menghilang. Hal ini disebabkan adanya seperangkat proses
yang menciptakan kondisi di mana setiap pojok bumi menjadi terhubung atau
dengan kata lain terciptanya interkoneksitas. Seperti apa yang dikatakan oleh
Malcom Waters dalam bukunya yaitu Globalization
(London: Routledge,. 1995), ia
mengatakan bahwa globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat
bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting,
yang terjelma di dalam kesadaran orang.
Berbicara
mengenai globalisasi, pastinya tak lepas dari pembicaraan dampak yang
diakibatkan oleh proses ini. Mengkategorikan dampak positif maupun negatif dan
membandingkan hal mana yang lebih berpengaruh adalah sebuah perspektif awam.
Hal ini dikarenakan globalisasi adalah sebuah konstruksi di mana terdapat friksi-friksi
yang menyebabkan resistensi dan kemudian muncul sekelompok masyarakat yang
merasa terancam, yang mengakibatkan munculnya gerakan militan seperti militan
agama.
Sejarah tak
luput dari pembahasan mengenai globalisasi karena sejarah juga terkoneksi
dengan dunia global atau menyebabkan jalinan interkoneksitas dan tidak bisa
terpisahkan dari sejarah manusia. Dalam hal ini, relevansi bagi antropologi
mencakup transformasi tatanan politik dan ekonomi yang mengakibatkan transformasi sosial juga
transformasi budaya.
Sejarah proses
akumulasi global yang dimulai sejak imperialisme Barat pada abad ke-15 telah
membawa ketimpangan relasi kekuasaan maupun penumpukan kekayaan secara tidak
seimbang dalam skala global. Namun, banyak perspektif mengenai globalisasi yang
sarat akan pada isu-isu ekonomi di mana isu-isu yang lain seperti
dikesampingkan atau tidak berpengaruh kuat terhadap proses globalisasi ini.
Globalisasi tidak hanya merupakan isu-isu ekonomi saja, tetapi juga
bersinggungan dengan berbagai macam isu, salah satunya adalah isu agama. Dalam tulisan ini, saya akan memaparkan
sebuah fenomena yang berkaitan dengan isu agama dan isu seni musik yaitu
mengenai kemunculan dan eksistensi dari One Finger Movement atau Gerakan Metal
Satu Jari dalam komunitas Salam Satu Jari di Indonesia.
Agama Sebagai Produk Globalisasi
Tulisan ini akan memaparkan mengenai fenomena agama Islam
di tengah hingar-bingarnya proses globalisasi. Tak jarang, globalisasi dianggap
sebagai hal yang negatif karena sarat akan ekspansi dari negara-negara adikuasa
seperti kapitalisme yang merajalela. Fenomena kapitalisme menggambarkan
bagaimana negara-negara tersebut mampu mengendalikan ekonomi dunia dan
negara-negara Dunia Ketiga tidak mampu bersaing dengan digempurnya berbagai
macam kegiatan yang mengarah ke kapitalisme. Tak hanya itu, globalisasi juga
mempengaruhi dimensi budaya karena adanya perkembangan interaksi melalui media
massa seperti dari televisi, musik, dan film. Sajian hiburan tersebut tentunya
akan dikonsumsi oleh seluruh dunia yang akan memberikan perspektif baru
terhadap diri kita.
Agama juga merupakan produk dari globalisasi di mana ada suatu keteraturan
umum yang dibangun dalam lingkup tersebut dan adanya pemahaman kita mengenai
dunia. Dalam dimensi agama, Clifford Geertz mengatakan bahwa dalam suatu religi
atau agama terdapat konsep moods and motivation lalu ada kegiatan ritual,
simbol, dan emosi yang merupakan karakter dari definisi agama. Pondasi dasar
dari agama adalah untuk memahami dunia, maka dari itu globalisasi memiliki
relasi yang kuat dalam lingkup agama.
Dalam
subjek modern, agama dipahami sebagai sebuah istilah untuk mendefinisikan suatu
gejala umum yang terjadi pasca abad pencerahan di Eropa. Orang-orang Eropa
tentunya melakukan kontak pertama dengan wilayah koloni, di mana harus memahami
konteks masyarakat yang berbeda seperti mereka memiliki agama dan aktifitas
ekonomi yang berbeda. Adanya kebudayaan atau peradaban tertentu ditengah
kebudayaan yang dijumpai. Dalam hal ini, adanya kegiatan mengkategorisasikan the others yang merupakan konstruksi
orang Eropa terhadap yang ”lain”. Eropa memposisikan diri mereka menjaci yang
paling utama, yang paling maju, dan paling beradab di mana sarat akan konsep
modern.
Merujuk
pada kategoriasi terhadap ”yang lain” atau the
others, hal ini membuktikan bahwa adanya cara melihat dunia atau cara
melihat yang lain dalam kategoriasi terhadap orang yang berbeda dengan diri
kita. Islam kemudian menjadi salah satu contoh yang menjadikan adanya subjek
modern. Terbentuknya konsepsi ini bersamaan dengan kekuasaan dan ekspansi karena
harus mengontrol, harus mendefinisi, dan harus melihat permasalahan. Contohnya
adalah ketika koloni datang, masih ada orang-orang yang percaya terhadap aliran
animisme. Dari ekspansi tersebut adanya kegiatan mengkategorikan. Secara moral,
orang-orang tradisional tersebut salah atau dianggap orang sesat, maka dari itu
mereka harus dimasukkan ke dalam peradaban modern. Konsepsi ini menggunakan idiom
yang berangkat dari agama Islam dan Kristen yang memiliki ciri untuk memahami
”manusia yang lain” sebagai suatu objek yang dicerahkan.
Modernitas sebagai moral order
Dahulu kafir
----------------------------à sekarang beragama
’moral time’
Bagi orang
Eropa, animisme adalah masa di mana adalah ”masa mereka di masa lalu”. Istilah
kolonialisme dan gospel selalu berhubungan karena adanya justifikasi moral dan
religi yang digunakan untuk melihat dan membuat, yang dilakukan oleh koloni menjadi
legitimate, dalam konteks
kolonialisasi. Dalam konteks Islam pun juga mengalami hal yang serupa.
Di lingkup
kajian agama dan negara, suatu agama dikatakan adalah agama jika memiliki
Tuhan, kitab suci, dan umat. Agama juga
memainkan peranan penting dalam narasi pembangunan. Agama menjadi penting
karena mereka harus ikut dalam narasi pembangunan. Menjadi beragama adalah
menjadi modern dan menjadi maju, inilah yang disebut program pembinaan agama.
Di Indonesia, pada masa orde baru, agama menjadi penting sebagai identitas yang
disajikan dalam Kartu Tanda Penduduk sebagai konteks administratif. Negara juga
mendisiplinkan yang tidak terima terhadap agama modern. Kini, kebangkitan adat
atau aliran kepercayaan menjadi respons agama modern karena agama dicirikan sebagai
identitas modern.
Seperti
yang telah dipaparkan di atas mengenai globalisasi mengakibatkan munculnya gerakan militan seperti
militan agama karena terdapat friksi-friksi yang menyebabkan resistensi dan
kemudian muncul sekelompok masyarakat yang merasa terancam. Gerakan militan Islam dapat dilihat dari beberapa aspek
seperti teologi, politik, budaya, dan pendidikan. Dalam aspek teologis, ajaran Islam sangat resisten
terhadap perbedaan pandangan tentang sekularisasi. Dalam fenomena modern dianggap
bahwa sekularisasi hanya akan menghilangkan peran agama dalam kehidupan umat
manusia. Agama dan sekularisasi sering diposisikan sebagai dua entitas yang
berlawanan.
Tak jarang juga
diamati dari berbagai literatur maupun media massa, globalisasi dianggap
sebagai kelanjutan dominasi dan hegemoni Barat dari sisi intelektual Muslim.
Dikutip dari tulisan Respon Umat Islam
Terhadap Globalisasi dari Institut Pemikiran dan Peradaban Islam Surabaya,
dikatakan bahwa Amerika memanfaatkan globalisasi untuk
meruntuhkan norma-norma politik, ekonomi, dan budaya yang eksis di negara-negara
non Barat. Dalam konteks ini, Amerika juga menggunakan yayasan-yayasan budaya
dan ideologi globalisasi yang mana bertujuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan
imperialismenya tanpa menyebabkan reaksi-reaksi revolusioner, seperti yang
pernah dilakukan oleh imperialisme Barat pada masa lalu. Fine power merupakan
istilah yang sangat tepat untuk menggambarkan pemanfaatan yayasan-yayasan milik
Amerika tersebut.
Dalam bukunya Mark Levine yaitu Heavy Metal Islam (2008), ia mengatakan
bahwa pengalaman umat Islam terkait globalisasi dimaknai sebagai sebuah ‘a post-modern culturalism’
yang erat dengan kulturalisasi politik dan ekonomi, sebagai momen yang
menegaskan terjadinya globalisasi kontemporer. Dalam menghadapi diskursus
semacam ini, intelektual Muslim meminta apa yang dinamakan ”hak untuk berbeda”
secara kultural yang merujuk pada istilah the
others yang sudah dipaparkan sebelumnya.
Penolakan umat Islam tehadap globalisasi lebih diasosiasikan dengan westernisasi, yang mana merekonstruksi nilai-nilai non Barat dan
oleh para intelektual Muslim, globalisasi dianggap sebagai ghazwul
fikri yaitu perang pemikiran). Westernisasi merupakan
adanya proses pengadopsian budaya Barat dalam bidang industri, teknologi,
hukum, politik, ekonomi, gaya hidup, abjad, agama, filsafat, serta nilai-nilai.
Kemunculan Gerakan ”Salam Satu Jari”
Dalam Memerangi Ideologi Barat Melalui Musik Metal
To whom it may concern, which testify to
Syahadat. Israel
had declared a war by throwing words. Let’s fight in the name of Allah,
jihad fi sabilillah. (Bagi siapa pun yang merasa telah bersaksi dan menyebut
Syahadat. Israel telah menyatakan perang dengan menggunakan
kata-kata atau ideologi, mari berperang dengan atas nama Allah. Mari berjihad
di jalan Allah)
[Jihad – Tengkorak]
Salah satu bentuk gerakan yang muncul akibat fenomena
globalisasi terutama peperangan melawan westernisasi dalam lingkup agama yaitu
agama Islam adalah kehadiran Gerakan Metal Satu Jari atau One Finger Movement. Di
Indonesia, gerakan ini menamakan diri mereka Salam Satu Jari yang mana
anggotanya adalah personil band underground
juga penikmat musik underground yang
mencoba melawan
westernisasi di mana dianggap tidak sesuai dengan akidah Islam dan budaya di
Indonesia. Komunitas ini lahir dari sebuah acara bertajuk Garage Festival, sebuah konser musik metal yang khusus
diperuntukkan untuk korban kemanusiaan di Palestina.
Dilansir dari situs Jaringan Berita Terluas Di Indonesia dalam artikel Berjihad Lewat Musik Underground, Ubah Salam
Metal Jati Satu Jari Tauhid dikatakan bahwa dalam komunitas Salam Satu
Jari, salam metal yang sarat dipraktekan dengan dua jari yaitu jari telunjuk
dan jari kelingking, kini dipraktekkan hanya menjadi satu jari. Hal ini
menandakan satu makna yaitu tauhid atau satu Tuhan yang merujuk pada Laailaha Illallah dengan tujuan membela
Islam, tidak yang lain dan hanya ada satu Tuhan yaitu Allah Yang Maha Esa.
Salam metal dua jari dipercaya sebagai simbol pemujaan setan, maka dari itu
komunitas Salam Satu Jari ingin mengubah persepektif tersebut menjadi suatu
kebenaran.
Mempraktekan simbol metal dengan dua jari bagi komunitas
ini merupakan konsep satanisme. Salah satu vokalis band metal yang tergabung
dalam komunitas ini yaitu vokalis dari band Tengkorak, Ombat, mengatakan bahwa
konsep satanisme digunakan oleh band-band metal sebagai sebuah kreativitas
dalam aksi panggung. Seiring berjalannya waktu dengan perkembangan teknologi
yang tinggi dan menghilangkan batasan-batasan antar belahan dunia, membuat
musik metal menyebar dan berkembang yang kemudian meraup banyak penggemar musik
ini. Tak ayal, banyak dari band-band metal ini secara tak sadar menggerakan
massa untuk menggunakan simbol yang menyekutukan Tuhan. Fenomena ini juga
dianggap sebagai cara penjajahan baru yang digunakan zionis dan kaum sekuler
untuk menjauhkan anak muda dari agama.
Metal Satu Jari Ala Tengkorak (Photo: Hai Online)
Kini, komunitas Salam Satu Jari menjadi sebuah gerakan
metal muslim yang menjunjung nilai-nilai keislaman dan telah tersebar di
penjuru Indonesia seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, hingga Makassar.
Kegiatan gerakan Salam Satu Jari ini diantaranya adalah ketika pertunjukan
musik underground sedang berlangsung,
mereka akan mengumandangkan takbir di sela-sela pertunjukan. Mereka juga
menghentikan acara ketika adzan berkumandang dan melaksanakan salat secara
berjamaah.
Salah satu band metal ternama Indonesia yang juga tergabung dalam gerakan
ini adalah Purgatory yang menyisipkan pesan positif dalam setiap liriknya.
Purgatory menyatakan bahwa mereka berbeda dengan band-band metal lainnya karena
mengajak para penikmat musik metal untuk berpegangan pada tauhid yang
murni. Pada album-albumnya, Purgatory
secara terang-terang menyerukan taujih ruhiyah, obsesi terhadap akhirat, dengan
musik mereka. Semua lagu yang mereka gemakan mengandung nilai amar ma’ruf nahi munkar, sebuah perintah untuk mengajak atau
menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat
dan dalam syariat Islam hukumnya
adalah wajib.
Pada abad ke-14, di tanah Jawa terdapat sebuah kegiatan penyebaran agama
Islam oleh wali songo yang berdakwah dengan wayang kulit, gamelan, dan filosofi
simbol pada orang-orang kejawen, yang pada saat itu masih menganut animisme dan
dinamisme. Terkait dengan dakwah agama Islam pada masa kini, Purgatory melalui
Salam Satu Jari juga berdakwah dengan musik metal kepada orang-orang metal
untuk membebaskan mereka dari paham sesat yang sering terdapat dalam lagu-lagu
metal bersimbol kepala kambing dan pentagram.
Band-band metal yang tergabung dalam gerakan Salam Satu Jari ini menyatakan
diri mereka berbeda dengan kebanyakan band metal lainnya, merujuk pada prinsip
dan idealisme Islam dan anti-Zionis yang diusung. Dari segi lirik, tentunya
juga terdapat perbedaan dengan lirik lagu metal lain yang bertema anti Tuhan,
memuja setan, dan kebebasan. Contohnya, lirik-lirik lagu Tengkorak yang
berpedoman pada sirah nabawi, Al-Quran, dan hadist yang merupakan perjuangan
anak band underground untuk berjihad
dengan musik.
Dikatakan juga bahwa awal kemunculan
gerakan Salam Satu Jari terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu di mana
beberapa band metal seperti Tengkorak dan Purgatory mendapatkan hidayah dan
tersadar bahwa karya musik mereka adalah konspirasi Barat untuk merusak
generasi muda. Sejak saat itu, mereka memutuskan membawakan aliran musik
tauhid. Meskipun alirannya tetap metal
yaitu terdiri dari komposisi musik yang keras dan tempo yang cepat, lirik yang
disajikan memiliki pesan anti pemurtadan oleh Israel dan Amerika Serikat.
Di masa kini dengan gempuran globalisasi
yang makin menghilangkan batasan-batasan, gerakan Salam Satu Jari meyakini
bahwa menyebarnya kajian seni, dalam hal ini musik metal, yang dialirkan dari
Barat memiliki makna-makna tersembunyi. Gerakan ini meyakini bahwa negeri
Zionis dan Amerika Serikat tidak memerlukan serangan fisik untuk menghancurkan
negara-negara Muslim, melainkan hanya menyerang melalui budaya yang meliputi
seni dan gaya hidup seperti penggunaaan obat-obatan terlarang, minuman keras,
dan aliran musik underground yang mendewakan simbol setan dan anti-Tuhan. Dalam
dunia musik internasional, banyak penikmat musik underground yang benar-benar
menyembah simbol-simbol setan, dajjal, dan simbol okultisme atau aliran ilmu
sihir yang berasal dari Yahudi.
Dari fenomena tersebut, gerakan metal
satu jari tersadarkan bahwa musik bisa menjadi alat dan doktrin untuk
pembodohan. Maka dari itu, gerakan Salam Satu Jari hadir sebagai sarana dan
wadah yang membangun perspektif baru yaitu bermusik, tetapi punya moralitas dan
tetap religius. Gerakan ini sangat meyakini bahwa Islam adalah agama universal
dan diterima semua kalangan bahkan meyakini bahwa pemuja setan dapat bertobat
dan memeluk Islam jika media dakwah yang disampaikan sesuai dengan kehendak
hati mereka.
Salam Satu Jari (Photo: kaskus.co.id)
Melalui fenomena gerakan Salam Satu Jari ini
tergambarkan bahwa konsep agama sebagai produk globalisasi makin terlihat,
telah dijelaskan sebelumnya bahwa adanya suatu keteraturan umum yang dibangun
dalam lingkup tersebut dan adanya pemahaman mengenai dunia. Hal ini didasarkan
pada pondasi dasar dari agama adalah untuk memahami dunia yang membuat
globalisasi memiliki relasi yang kuat dalam lingkup agama. Agama dalam subjek
modern merupakan istilah untuk mendefinisikan gejala umum yang membuat manusia harus
memahami konteks masyarakat yang berbeda. Muncullah kegiatan mengkategorisasikan
the others yang merupakan konstruksi individu
terhadap yang ”lain” yang membuktikan bahwa adanya cara melihat dunia atau cara
melihat yang lain dalam kategoriasi terhadap orang yang berbeda dengan diri
kita.
Gerakan Salam Satu Jari menjadi contoh dari kajian subjek agama modern karena mereka membedakan ”yang lain” yaitu yang menganut konsep satanisme, zionis, juga bisa disebut ajaran sesat atau orang kafir. Karena ada pengkategorisasian terhadap ”yang lain” dan dianggap sesat atau tidak benar, gerakan Salam Satu Jari bermaksud untuk ”mencerahkan” manusia yang lain tersebut. Terjadi moral time di mana gerakan Salam Satu Jari ini memberikan pesan-pesan yang mereka anggap positif dan mengajak penikmat musik underground untuk mengikuti jalan yang benar atau dengan kata lain ”mencerahkan” melalui salam satu jari yang berarti Tuhan hanyalah satu, yaitu Allah.
Gerakan Salam Satu Jari menjadi contoh dari kajian subjek agama modern karena mereka membedakan ”yang lain” yaitu yang menganut konsep satanisme, zionis, juga bisa disebut ajaran sesat atau orang kafir. Karena ada pengkategorisasian terhadap ”yang lain” dan dianggap sesat atau tidak benar, gerakan Salam Satu Jari bermaksud untuk ”mencerahkan” manusia yang lain tersebut. Terjadi moral time di mana gerakan Salam Satu Jari ini memberikan pesan-pesan yang mereka anggap positif dan mengajak penikmat musik underground untuk mengikuti jalan yang benar atau dengan kata lain ”mencerahkan” melalui salam satu jari yang berarti Tuhan hanyalah satu, yaitu Allah.
Peperangan
melawan westernisasi juga tergambarkan dari bagimana gerakan ini memerangi
ideologi Barat, dalam kasus ini adalah westernisasi. Dikatakan bahwa gerakan
Salam Satu Jari menentang keras ideologi-ideologi Barat yang mereka bawa ke
seluruh dunia melalui media massa seperti film, musik, dan buku seperti
kegiatan memuja minuman keras dan seks bebas. Metal yang sebelumnya militan,
kini dianggap tidak militan karena sudah masuk dalam dunia hedonis, yang dalam
hal ini merupakan konsepsi masyarakat Barat. Gerakan Salam Satu Jari memiliki
misi untuk mengubah pespektif dunia metal dan musik underground agar tidak terjerumus dalam dunia gelap seperti yang
dianut oleh masyarakat Barat. Strategi ini dianggap oleh pengikut gerakan Salam
Satu Jari dengan perang ideologi yang mana musik menjadi sebuah senjata untuk
melawan dan bertahan dari fenomena westernisasi.
Dalam hal
ini, terlihat adanya transformasi sosial yang disebabkan oleh proses akumulasi
global yaitu westernisasi yang seolah-olah “menyerang” seluruh belahan dunia,
terutama ke Asia yang notabenenya merupakan negara dunia ketiga. Transformasi
sosial ini disebabkan karena adanya kontak dengan kebudayaan lain yaitu melalui
musik. Transformasi yang terjadi dalam aspek budaya yaitu lingkup seni musik
beraliran metal dan underground, di
mana biasanya metal didefinisikan sebagai aliran musik yang sesat karena sarat
akan simbol-simbol pemujaan setan. Dari fenomena yang telah tertanam oleh
banyak orang tersebut, gerakan Salam Satu Jari membuat perubahan mengenai
perspektif metal sebagai aliran musik yang ternyata tidak sarat akan
perkumpulan orang sesat, namun juga bisa menjadi suatu gerakan yang mengajarkan
kebenaran dan sarana ”mencerahkan” terhadap ”yang lain”.
Referensi:
Escobar, A.
1995. Encountering
Development. New Jersey : Princeton University
Press.
Geertz, Clifford
1966. Anthropological Approaches to the
Study of Religion. London :
Tavistock Publications
Madjid, Nurcholis
1998. Islam, Kemodernan, dan Keindoonesiaan. Bandung:
Penerbit Mizan.
Internet:
Artikel Berjihad Lewat Musik Underground, Ubah Salam Metal Jadi Satu Jari
Tauhid dalam situs Jaringan Berita Terluas di Indonesia http://www.jpnn.com/read/2011/03/09/86165/Berjihad-lewat-Musik-Underground,-Ubah-Salam-Metal-jadi-Satu-Jari-Tauhid-
Artikel Respon Umat
Islam Terhadap Globalisasi dalam situs Institut Pemikiran dan Peradaban Islam
Surabaya http://inpasonline.com/new/respon-umat-islam-terhadap-globalisasi/
Artikel The Black
Revolution, A Review of Heavy Metal Islam: Rock, Resistance, and the Struggle
for the Soul of Islam by Mark LeVine http://www.criticalglobalisation.com/Issue%201/141_144_JCGS1_HOUWELINGEN_HEAVYMETALISLAM.pdf